Api di Ruang Rapat


Pagi itu, ruang rapat terasa lebih panas dari biasanya, bukan karena pendingin ruangan yang mati, tapi karena ekspresi dingin penuh ketegasan dari Pak Arman, pemimpin perusahaan yang dikenal tak pernah menahan kata-kata.

"Lima bulan! Lima bulan saya kasih waktu buat tim marketing, tapi hasilnya NOL! Kalian pikir saya di sini buat duduk manis menunggu keajaiban?" suaranya menggema, menusuk ke setiap kepala yang duduk di meja panjang itu.

Semua mata tertunduk, kecuali satu. Dika, kepala tim marketing, mencoba bertahan. "Pak, kami sudah menjalankan strategi yang—"

"Strategi?" Pak Arman memotong tajam. "Kalau strategi lo bagus, kita nggak akan lihat angka penjualan turun 30 persen bulan ini!"

Hening.

"Lihat diri kalian sendiri," lanjutnya, suaranya merendah tapi tetap mematikan. "Tim ini harusnya berisi orang-orang yang berpikir cepat, bukan yang sibuk cari alasan. Kalau memang kalian nggak bisa kasih solusi, mungkin saya yang harus cari orang lain yang bisa."

Dika mengepalkan tangannya di bawah meja. Dadanya panas, tapi ia tahu melawan dengan emosi hanya akan membuat keadaan semakin buruk.

"Saya akan perbaiki, Pak. Saya butuh satu minggu."

Pak Arman menatapnya tajam, lalu mengangguk. "Baik. Satu minggu. Kalau nggak ada perubahan, lo tahu sendiri akibatnya."

Setelah rapat bubar, Dika keluar dengan langkah berat. Keritikannya pedas, tapi bukan tanpa alasan. Kini hanya ada dua pilihan: tenggelam, atau membuktikan bahwa dia bisa.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sang Pemimpin yang Terlahir Kembali

Aku Benci Penundaan