Mencintai dalam Diam

Aku mengenalnya sejak lama. Dia adalah seseorang yang selalu ceria, menyebarkan tawa ke mana pun dia pergi. Aku, di sisi lain, hanyalah bayangan yang selalu mengamatinya dari kejauhan. Bukan karena aku tak ingin mendekat, tapi karena aku tahu tempatku bukan di sisinya.

Namanya Raka. Dia tidak pernah tahu bahwa setiap pagi, aku sengaja datang lebih awal ke kampus hanya untuk melihatnya berjalan memasuki kelas. Aku hafal caranya menyibak rambut ketika sedang berpikir, cara matanya berbinar saat berbicara tentang sesuatu yang dia sukai, dan caranya tertawa yang selalu berhasil membuat hari-hariku lebih hangat.Aku menyukainya, tapi aku memilih mencintainya dalam diam.

Aku takut, bukan takut ditolak, tapi takut mengubah segalanya. Aku lebih memilih menjadi teman yang selalu ada, yang diam-diam mendukungnya dari balik layar, yang menyemangatinya dalam doa.

Suatu hari, Raka datang dengan wajah berbinar. "Nad, gue diterima magang di perusahaan impian gue!" katanya dengan penuh semangat. Aku tersenyum, menyembunyikan gemuruh di dadaku. "Wah, selamat, Rak! Gue bangga sama lo."

Dan hari itu aku kembali menyadari satu hal—aku mencintainya tanpa perlu memiliki. Aku bahagia melihatnya bahagia, meskipun bukan aku alasan di balik senyumnya.

Mencintai dalam diam bukan kelemahan. Ini adalah caraku mencintainya tanpa mengganggu jalannya. Jika suatu hari takdir mengizinkan, mungkin aku bisa mengungkapkan semuanya. Tapi jika tidak, aku akan tetap mencintainya dengan cara yang paling tulus—dalam diam, dalam doa.


By;Pilipus Salmo๐Ÿ‘ˆ๐Ÿ‘ˆ


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sang Pemimpin yang Terlahir Kembali

Aku Benci Penundaan

Api di Ruang Rapat